
Pendahuluan
Gelombang 17+8 tuntutan rakyat 2025 tidak hanya mengguncang sektor politik dan ekonomi, tetapi juga menyoroti peran TNI dan Polri dalam sistem demokrasi Indonesia. Masyarakat menuntut adanya reformasi kelembagaan, terutama terkait transparansi, akuntabilitas, dan pembatasan kekuasaan aparat.
Kebijakan TNI Polri pasca tuntutan tersebut menjadi isu strategis. Pemerintah dipaksa meninjau kembali regulasi lama yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip demokrasi modern. Di sisi lain, muncul desakan agar pengawasan sipil terhadap aparat keamanan diperkuat agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
Artikel ini akan membahas kebijakan TNI Polri pasca tuntutan 17+8, bagaimana respons pemerintah dan masyarakat sipil, serta prospek pengawasan sipil di masa depan.
Kebijakan Baru TNI/Polri Pasca Tuntutan Rakyat
Revisi Doktrin dan Struktur
Pasca gelombang protes, TNI menyatakan komitmennya untuk memperkuat doktrin pertahanan dan tidak lagi terlibat dalam politik praktis. Polri, di sisi lain, mulai mengkaji ulang prosedur pengamanan aksi demonstrasi agar lebih humanis dan sesuai dengan prinsip HAM.
Revisi internal ini merupakan jawaban langsung atas tuntutan rakyat yang menilai aparat sering bertindak represif dalam menghadapi aksi unjuk rasa.
Reformasi Operasional
Polri mengeluarkan kebijakan baru terkait penggunaan kekuatan dalam pengendalian massa. Gas air mata dan kekerasan fisik kini hanya boleh digunakan sebagai opsi terakhir. Sementara itu, TNI lebih difokuskan pada tugas pertahanan dan bantuan bencana, bukan pengamanan sipil.
Transparansi Anggaran
Salah satu tuntutan paling keras dalam 17+8 adalah transparansi anggaran pertahanan dan keamanan. Pemerintah akhirnya menyetujui audit independen terhadap penggunaan anggaran TNI/Polri, meski implementasinya masih menuai perdebatan.
Respons Masyarakat dan Organisasi Sipil
Apresiasi atas Langkah Awal
Sebagian masyarakat menyambut positif langkah TNI/Polri yang mulai membuka diri pada reformasi. Transparansi anggaran dan pendekatan humanis dianggap sebagai kemajuan penting.
Kritik atas Lambatnya Perubahan
Namun, organisasi HAM menilai perubahan yang dilakukan masih sebatas wacana. Kasus kekerasan aparat terhadap aktivis dan jurnalis masih terjadi di beberapa daerah, menandakan bahwa reformasi belum menyentuh akar persoalan.
Tuntutan Pengawasan Independen
LSM dan akademisi menuntut adanya badan pengawas independen yang bisa memantau kebijakan TNI/Polri secara langsung. Pengawasan internal dianggap tidak cukup karena rawan konflik kepentingan.
Tantangan dalam Pengawasan Sipil
Budaya Militeristik
Salah satu tantangan terbesar adalah budaya militeristik yang masih kuat. Reformasi memerlukan perubahan mindset, bukan hanya regulasi.
Resistensi dari Internal
Tidak semua pihak di dalam TNI/Polri setuju dengan pengawasan sipil. Sebagian khawatir pengawasan yang terlalu kuat akan melemahkan profesionalisme dan kemandirian institusi.
Politik Kekuasaan
Politisi juga memiliki kepentingan dalam hubungan dengan aparat. Koalisi politik yang berkuasa bisa saja menunda atau melemahkan reformasi untuk mempertahankan dukungan dari aparat.
Prospek Reformasi dan Pengawasan Sipil
Model Internasional
Indonesia bisa belajar dari negara demokratis lain yang berhasil menyeimbangkan kekuatan militer-polisi dengan pengawasan sipil. Misalnya, adanya komisi independen yang memiliki kewenangan memeriksa anggaran, kebijakan, dan tindakan aparat.
Keterlibatan Publik
Partisipasi masyarakat menjadi kunci. Dengan adanya ruang bagi publik untuk menyampaikan keluhan dan kritik, reformasi bisa berjalan lebih cepat. Teknologi digital juga bisa dimanfaatkan untuk memperluas transparansi.
Harapan ke Depan
Jika reformasi ini konsisten dijalankan, maka Indonesia bisa memiliki aparat yang profesional, akuntabel, dan benar-benar melayani kepentingan rakyat. Namun jika hanya berhenti pada janji, ketidakpuasan publik bisa kembali memicu gelombang protes di masa depan.
Penutup
Kebijakan TNI Polri pasca tuntutan 17+8 merupakan ujian besar bagi demokrasi Indonesia. Rakyat telah menyuarakan keinginan agar aparat keamanan lebih transparan, humanis, dan tunduk pada prinsip hukum.
Pemerintah dan TNI/Polri kini ditantang untuk menjawab tuntutan itu dengan tindakan nyata, bukan sekadar retorika. Pengawasan sipil harus diperkuat agar reformasi tidak hanya di atas kertas, tetapi benar-benar terasa dalam kehidupan sehari-hari rakyat.