
Pariwisata Indonesia terus berkembang, dan tahun ini wisata berkelanjutan Bali Nusa Tenggara 2025 menjadi sorotan utama. Bali yang sudah lama jadi ikon global kini menghadapi tantangan overtourism, sementara Nusa Tenggara (Lombok, Flores, Sumba) naik daun sebagai destinasi baru dengan pendekatan ekowisata.
Wisatawan modern tidak lagi hanya mencari pemandangan indah, tetapi juga pengalaman autentik yang ramah lingkungan. Hal ini mendorong lahirnya konsep pariwisata berkelanjutan berbasis komunitas, dengan prinsip menjaga alam, memberdayakan masyarakat lokal, dan melestarikan budaya.
Artikel ini akan mengulas panjang lebar tren wisata berkelanjutan di Bali dan Nusa Tenggara, peluang ekonominya, tantangan lingkungan, hingga peran kearifan lokal sebagai fondasi.
Tren Global Wisata Berkelanjutan
-
Eco-lodge & green hotel
Banyak akomodasi mengadopsi konsep ramah lingkungan: menggunakan energi surya, mengurangi plastik sekali pakai, dan melibatkan petani lokal. -
Slow tourism
Wisatawan lebih memilih tinggal lama, mengurangi perjalanan singkat yang padat aktivitas, demi menikmati budaya dan alam dengan lebih sadar. -
Digital nomad & remote worker
Bali dan Lombok jadi magnet pekerja global. Tren ini memicu munculnya coworking space berkonsep eco-friendly. -
Wisata berbasis budaya
Workshop menenun di Sumba, festival budaya di Flores, hingga kelas memasak tradisional Bali makin diminati turis asing.
Bali: Antara Popularitas & Overtourism
Bali tetap menjadi destinasi utama, namun menghadapi tekanan besar:
-
Kemacetan & sampah di area populer seperti Kuta, Seminyak, dan Ubud.
-
Degradasi lingkungan akibat pembangunan hotel dan vila berlebihan.
-
Kebijakan baru seperti pajak wisatawan asing mulai diberlakukan untuk mendanai konservasi.
Namun, ada juga inovasi: beberapa desa wisata di Bali kini fokus pada pertanian organik, wisata spiritual, dan retreat yoga yang berorientasi keberlanjutan.
Nusa Tenggara: Bintang Baru Ekowisata
-
Lombok
Setelah sukses MotoGP Mandalika, Lombok makin dikenal. Pantai Pink, Gili Islands, dan desa adat Sade jadi daya tarik utama. -
Flores & Labuan Bajo
Kawasan super prioritas dengan ikon Taman Nasional Komodo. Kini berkembang tur liveaboard ramah lingkungan dan homestay berbasis komunitas. -
Sumba
Terkenal dengan padang sabana, rumah adat, dan kain tenun ikonik. Wisatawan datang untuk pengalaman budaya yang unik dan otentik.
Destinasi ini masih relatif baru, sehingga kesempatan menerapkan pariwisata berkelanjutan sejak awal terbuka lebar.
Tantangan Lingkungan & Sosial
-
Infrastruktur: banyak daerah indah sulit diakses karena jalan buruk.
-
Sampah plastik: masalah utama di pantai dan destinasi populer.
-
Ketimpangan ekonomi: ada risiko hanya investor besar yang untung, sementara masyarakat lokal jadi penonton.
-
Konservasi: wisata massal bisa mengganggu satwa endemik seperti komodo dan lumba-lumba.
Kearifan Lokal sebagai Fondasi
Kearifan lokal menjadi modal penting:
-
Tri Hita Karana di Bali menekankan harmoni manusia, alam, dan spiritualitas.
-
Sistem gotong royong di Lombok dan Flores memastikan wisata berbasis komunitas.
-
Tenun & ritual adat di Sumba jadi daya tarik sekaligus simbol pelestarian budaya.
Dengan mengintegrasikan kearifan lokal, wisata berkelanjutan bisa lebih otentik dan memberi manfaat langsung ke masyarakat.
Penutup & Rekomendasi
Wisata berkelanjutan Bali Nusa Tenggara 2025 adalah peluang besar sekaligus tantangan nyata. Bali harus mengelola overtourism dengan bijak, sementara Nusa Tenggara punya kesempatan emas membangun pariwisata hijau sejak dini.
Rekomendasi:
-
Pemerintah: perkuat regulasi ramah lingkungan & pemerataan destinasi.
-
Pelaku wisata: terapkan prinsip eco-tourism dan libatkan komunitas lokal.
-
Wisatawan: pilih perjalanan bertanggung jawab—kurangi plastik, hormati budaya.
-
Masyarakat lokal: jadilah tuan rumah sekaligus pelaku utama dalam rantai ekonomi pariwisata.
Jika semua pihak bekerja sama, Bali & Nusa Tenggara bisa menjadi model global pariwisata berkelanjutan, sekaligus kebanggaan Indonesia.